16 Desember 2015

UKG Uji Kompetensi Guru Indonesia



Resah, bingung, tidak enak makan, tidak bisa tidur, mengajar tidak fokus, bahkan tidak sedikit yang berobat karena tiba-tiba penyakitnya kambuh. Lebih tidak rasional sampai meminta bantuan para normal agar bisa lulus Uji Kompetensi Guru (UKG).

Tidak seperti biasanya pemandangan di kantor guru. Mereka rajin membaca buku-buku materi pelajaran sesuai bidangnya. Setumpuk kertas soal-soal di meja kantor untuk dibagi-bagikan kepada guru yang akan mengikuti UKG. Terlihat guru-guru sangat serius mensikapi UKG ini, namun bertolak belakang dengan keadaan di kelas. Guru sibuk belajar di kantor dan siswanya terlantar karena tidak ada guru yang mengajar.

Menghujat, menghina bahkan menentang program pemerintah yang ingin melakukan pemetakan guru. Tidak mau diuji dan takut diketahui kompetensinya. Mereka tidak terima diuji karena sudah merasa hebat, pintar, profesional dan superior. “Bagaikan Katak dalam tempurung,” ujar Bento.

Saatnya berangkat menuju tempat UKG, semua saudara, teman, kolega bahkan siswanya dimintai do’anya sambil bersalaman layaknya prajurit mau maju ke medan perang. saatnya pulang disambut koleganya bagaikan jamaah yang baru pulang dari naik haji, tetapi yang ini raut muka terlihat sedih, kecewa, kusam dan merah padam. “Pasti nilainya jelek,” guman Bento.

UKG pertama telah dilaksanakan Tahun 2013. Pemerintah menetapkan Standard Kelulusan Minimal 47. UKG pertama ini hasilnya sangat memprihatinkan, karena nilai rata-rata Nasional hanya 42. Kemudian pemerintah melakukan pembinaan, pendidikan dan latihan bagi guru yang nilainya dibawah Standard Kelulusan Minimal (SKM).

Pada bulan Nopember Tahun 2015 dilaksanakan lagi UKG kedua secara serentak seluruh Indonesia. Kali ini pemerintah menetapkan SKM 55. Harapan pemerintah ada peningkatan kompetensi yang dimiliki guru. Sosialisasi sudah dilakukan jauh-jauh hari. Dibeberapa daerah diadakan pembinaan, pendidikan, pelatihan dengan menghadirkan pakar-pakar pendidikan, tetapi hasilnya tak jauh berbeda dengan UKG pertama.

Dimana hebatnya? Seberapa pintarnya? Sejauhmana keprofesionalannya? Dengan berbagai alasan menyeruak ditengah-tengah perbincangan dikantor guru. Resah, kecewa, malu terlihat dari raut muka para guru. Ketakutan menggelayuti guru-guru profesional kehilangan tunjangan sertifikasi, karena UKG yang telah dilaksanakan hasilnya sangat memalukan.

“Dapat nilai berapa?” tanya Bento.
“Dikit,” Jawab Caciem.
“Dikit tu berapa?” kejar Bento.
“Ah….malu,” gerutu Caciem.
“Jangan begitu, Aku dapat nilai 35,” ungkap Bento.
“Ha ha ha…aku dapat 37,” terang Caciem.
“Pak kepala sekolah dapat berapa?” tanya Bento.
“Katanya dapat 25,” jelas Caciem.
“Hah…lumayan…,” guman Bento.
“Ya inilah guru profesional,” gerutu Caciem.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentarlah sebagai tanda persahabatan.

 

Buku Murah

Masukkan Code ini K1-BE118B-2 untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Recent Post