Seperti
keramaian di suatu pasar, terdengar suara meja dipukul-pukul dan terlihat
anak-anak mondar-mandir keluar masuk ruang walaupun guru sedang sibuk mengajar.
Pemandangan ini biasa terjadi pada jam pelajaran tertentu di salah satu sekolah
di Indonesia.
Tak heran kalau hasil pembelajaran sangat jauh dari harapan masyarakat dan
pemerintah.
Guru
tidak mampu menguasai kelas atau kompetensinya dibawah rata-rata. Terjadi
saling serang, guru memberikan pertanyaan dan siswa menjawab secara asal.
Sehingga menimbulkan bahan tertawaan. Siswa merasa terhibur dan guru tidak
merasa di lecehkan. Keadaan kelas menjadi gaduh, membuat kelas disampingya
terganggu. Guru tidak mampu menguasai kelas dan siswa tidak mempunyai perasaan.
“Siapakah
Raja pertama kerajaan Majapahit?” tanya Guru. “Hayam Goreng Bu,” jawab siswa.
Kejadian seperti ini terus terulang setiap pelajaran. Namun guru tersebut menanggapi
dengan konyol “We…yang bener ayam bakar,” jelas Guru. “Pulau mana yang terluas
di Indonesia?”
Tanya guru. “Pulau Gadung Bu,” jawab siswa singkat. Guru menanggapi lebih
konyol lagi “We…pulau Gadung itu kecil, karena Gadung sebangsa Singkong,” terang
Guru.
“Soal
nomor tiga, jawabannya A, B, C atau D?” tanya Guru. “Jawabannya E,” Siswa
menjawab dengan konyol. “Ya udah nggak papa, sama teman sendiri aja kok,” kata
Guru. “Kok jawaban di tawar-tawar to Bu?” tanya siswa. “Nggak papa, nanti kalau
jadi pedagang biar bisa tawar-menawar barang-barang dagangan,” terang Guru.
Sepuluh
anak sekaligus keluar kelas “Bu Guru, ijin ke WC,” ujar Siswa. “Ya, jangan
lama-lama,” jawab Guru. Setelah 15 menit, semua siswa baru masuk lagi ke kelas
sambil menenteng makanan dan minuman. Anak-anak menghabiskan makanan dan
minuman di dalam kelas sambil mengikuti pelajaran. Guru bersangkutan tak
menegur sepatah katapun walau anak-anak pesta di ditengah-tengah pelajaran.
Guru
yang mengajar dengan model konyol membuat siswa tidak sopan terhadap gurunya.
Siswa menganggap guru seperti hewan piaraan yang lucu untuk dipermainkan. Satu
guru berhasil dijadikan korban bahan tertawaan, selanjutnya siswa mencoba untuk
mencari korban berikutnya dengan membuat kegaduhan pada guru yang lain. “Siapa
yang salah?” guman Bento.
Semakin
tidak berwibawa karena gurunya kelihatan kurang menguasai materi pelajaran.
Setiap kali mengajar tanngannya tak lepas dari buku pelajaran. Baik sedang
ceramah, pretes, melempar pertanyaan
maupun membahas soal-soal. Tutur kata yang susah dimengerti, rangkaian kalimat
yang tidak teratur maupun penguasaan bahasa yang tidak sempurna.
Pernyataan-pernyataan yang disampaikan kepada siswa selalu menimbulkan makna
ganda, karena tidak menggunakan bahasa yang praktis, efektif dan efisian
ditambah dialek kampungan.
“Yang
konyol gurunya atau muridnya?” tanya Bento.
“Dua-duanya,”
jawab Caciem.
“Suasana
di kelas kayak apa?” kejar Bento.
“Kayak
sidang MKD,” jelas Caciem.
“Wah…simpang
siur tak nyambung,” guman Bento.
“Sudah
budaya bangsa kita,” gerutu Caciem.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah sebagai tanda persahabatan.