Setiap
malam minggu Anto bersama tujuh temannya bisa menjual beras sebanyak 25 Kg. Uang
hasil penjualan mereka gunakan untuk berfoya-foya layaknya pemuda metropolitan.
Mereka mulai belajar merokok, mengkonsumsi minuman keras murahan dan pesta
makanan kecil sejenis kwaci panggang biji kembang Matahari.
Ditengah-tengah
pesta tersebut tersirat kegembiraan serasa di kafe, padahal hanya di salah satu
rumah kosong yang dipimpin seorang pemuda yang dinobatkan sebagai Bos Mafia
Beras. Malam semakin larut tak lupa mereka mengadakan rapat evaluasi dan
membuat perencanaan langkah-langkah selanjutnya. “Besuk malam minggu kamu harus
bisa menyediakan lauk-pauk untuk makan besar,” Bos Mafia memerintahkan kepada
salah satu anak buahnya.
Layaknya
seorang pegawai kedinasan, Bos Mafia memberikan instruksi kepada stafnya untuk
melakukan pekerjaan rutin sesuai bidangnya masing-masing. Program kerja
ditingkatan agar hasilnya lebih maksimal. Beras yang terkumpul tidak dijual
semua, namun sebagian dimasak untuk makan malam bersama. Kalau negeri ini defisit
beras, maka harus bisa impor beras dari luar negeri. Pesta dilaksanakan
seminggu sekali tepatnya pada malam minggu di salah satu rumah kosong yang
ditinggal penghuninya. “Kalau hanya minum dan makan kwaci, lambung kita pasti
protes. Mulai minggu depan kita harus pesta makan besar,” tandas Bos Mafia.
Menjelang
waktu Subuh, perencanaan sudah tersusun rapi. Mafia terbagi tiga Tim. Tim satu
mengumpulkan beras, Tim dua menyediakan minuman keras dan Tim tiga mensiapkan
lauk-pauk. Mereka tak berani membantah perintah Bos Mafia. Bos Mafia dipilih
berdasarkan nilai tertinggi hasil Uji Kompetensi Gali (UKG) yang dilaksanakan
setahun sekali.
Anto
salah satu anggota dari Tim satu setiap hari sambil berangkat sekolah membawa
beras dua gelas untuk disetorkan. Beras didapat dari hasil mencuri milik ibunya
yang disimpan di dapur. ibunya tidak merasa kehilangan karena simpanan beras cukup
banyak. Setelah sebulan berlalu, ibunya baru tahu kalau simpanan berasnya
berkurang. Usut punya usut ternyata beras dicuri anaknya sendiri setiap pagi.
Dengan
berbagai cara Tim dua melakukan pengumpulan pundi-pundi rupiah untuk membeli
minuman keras. Cara yang biasa dilakukan dengan melakukan pemalakan di
lingkungan sekolah. Sasaran korban adalah anak-anak perempuan teman kelasnya
sendiri. Kegiatan ini sudah berlangsung lebih dari dua tahun. Pihak sekolah
tidak tahu dan korban tidak mau melapor ke pihak berwajib karena mendapat
ancaman serius dari pelaku pemalakan.
Dalam
memenuhi kewajibannnya Tim tiga cukup berat. Tim ini harus menyediakan lauk-pauk
untuk pesta makan malam. Dengan segala cara sudah ditempuh namun gagal.
Terpaksa salah satu anggota dari Tim tiga
mengambil seekor ayam jantang milik ayahnya sendiri.
“Kenapa anak-anak perilakunya begitu?” tanya Bento.
“Karena pendidikan budi perkerti tidak penting,”
terang Caciem.
“Apa yang diajarkan disekolah?” kejar Bento.
“Yang penting nilai Ujian Nasional bagus,” jelas
Caciem.
“Sekolah apaan itu?” guman Bento.
“Sekolah Mafia,” tegas Caciem.
“Bener juga, sekolah sekarang penuh dengan Mafia,”
gerutu Bento.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah sebagai tanda persahabatan.