07 Mei 2015

Mutasi Guru Asal-Asalan



Empat tahun lalu aku pelihara Tombro dan Gurame dalam kolam yang yang cukup luas, karena waktu itu Tombro dan Gurame masih sebesar kelingking balita. Ikan tersebut dapat beli di emperan toko-toko modern kawasan jalan pemuda Klaten. Kini telah tumbuh besar dengan berat tidak kurang dari dua setengah kilogram. Kelihatan ukuran kolam makin sempit, padahal tidak berubah, tetapi penghuninya yang makin besar hingga gerak-geriknya terasa makin terkekang.

Walaupun begitu, ikan-ikan tersebut hidup nyaman dan tenteram. Disamping asupan makanan yang terjamin ikan-ikan itu tidak tau dunia luar, belum pernah merasakan luasnya Rowo Jombor dan tidak tau kalau Negara Indonesia mempunyai lautan yang sangat luas. Setiap habis makan Tombro dan Gurame selalu bersendau gurau, kejar-kejaran, main petak umpet, main game, pamer handpone, adu argumentasi, diskusi politik sampai dengan sombongnya membahas alam gaib. Bagai katak dalam tempurung.

Tombro yang berhati lembut, lemah gemulai geraknnya dan Gurame yang berhati kasar dengan senjata tajam disekujur tubuhnya, namun tak pernah terjadi kontak senjata, karena sejak usia dini telah mengenyam pendidikan budi pekerti luhur. Tak pernah terprovokasi isu-isu politik, hidup rukun dan dengan hebat sepakat bersatu untuk meraih kejayaan.

Tiba-tiba aku terperanjat, melihat Tombro tewas mengenaskan dengan tubuh tercabik-cabik. Hari berikutnya Gurame juga tewas dengan kulit mengelupas disekujur tubuhnya. Ikan-ikan yang lain kebingunan, beradu mulut saling menyalahkan, kebijakan yang berubah-ubah. Aku berpikir, tak mungkin mereka berantem. Mungkin ini hanya korban kebiadaban pihak luar yang ingin mengadu domba, agar  ketenangan terusik, biar pagar tembok itu rapuh secara perlahan.

Setelah aku cermati dengan seksama, kutemukan masalahnya. Awal tahun 2015, kolam itu berganti direktur dan diceburkannya dua ekor ikan Nila betina kedalam kolam. Walaupun tubuhnya lebih kecil, tetapi ikan Nila tersebut lebih gesit dan mampu memporakporandakan kehidupan disegala lini. Lidahnya berbisa, taringnya tajam dan sekujur tubuhnya penuh duri.

Sudah sebulan lebih tidak ada kebijakan yang pasti. Kesana-kemari mencari solusi, berpuluh kali mengadakan rapat, beratus kali diskusi, beribu kali adu argumentasi. Sampai peristiwa itu dirilis belum juga ada hasil, bahkan hanya memunculkan ide-ide diluar kesadaran.

“Masalahnya apa tow?” tanya Bento.
“Mutasi tanpa R7 dan R10,” jelas Caciem.
“Istilah apaan tu?” tegas Bento.
“Aku juga nggak tau…tanya ja ma  direktur,” tegas Caciem.
“Siswa tau nggak?” kejar Bento.
“Nggak tau…tapi jadi korban,” terang Caciem.
“Kok siswa jadi korban?,” tanya Bento.
“Karena jam pelajaran jadi amburadul,” ujar Caciem.
“Kasihan siswanya,” ungkap Bento.
“Masalah duit, tak ada yang punya rasa kasihan,” tegas Caciem.
“Em….begitu,  Cas cis cus,” geram Bento.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentarlah sebagai tanda persahabatan.

 

Buku Murah

Masukkan Code ini K1-BE118B-2 untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Recent Post