Aku diciptakan oleh orang yang berpendidikan agar
bisa memberikan penerangan dunia, sebagai sumber ilmu pengetahuan, bisa
menunjukan jalan yang terbaik, bisa membawa orang meraih cita-cita dan
bermanfaat bagi kehidupan umat manusia sampai akhir zaman.
Belaian tangan-tangan lembutmu aku rindukan, usapan
disekujur tubuhku membuat jiwaku melayang-layang bagai mimpi. Aku siap melayani
apapun agar orang lain puas. Kau buka dari manapun diriku tak akan menolak. Kau
pakai sampai hancurpun aku malah bangga. Sobek-sobeklah badanku kalau memang itu
bisa memuaskan hatimu, tentu aku malah bersyukur kepadaNya.
Tamu-tamu yang aku harapkan datang mengunjungiku,
ternyata hampa. Terkadang ada yang datang satu orang, tetapi bukan aku yang
dipilih, padahal tubuhku sangat molek, wajahku cantik, senyumku manis,
sambutanku cukup mesra. Berapapun aku layani, tiga hari tiga malam tanpa bayar
sudah biasa, yang penting pelangganku puas. Mereka datang hanya ngegosip,
ngomong sana-sini tak ada arti.
Beberapa hari yang lalu majikan membuatkan rumah
baru. Badanku diikat, digotong, dibanting dan akhirnya dilempar disuduk kamar
rumah baruku. Tubuhku terkoyak susah bernafas karena beberapa temanku
menindihnya. Andai aku boleh bicara, kedua perempuan itu sudah aku laporkan
kepada menteri pendidikan Anis Baswedan. Andai aku bisa punya pedang, kedua
perempuan itu sudah aku mutilasi menjadi enam bagian sejak sembilan tahun
silam.
Setelah tiga hari tak bisa bergerak, kedua
perempuan itu makin kejam, aku dan teman-teman dimasukan kedalam lemari kaca
dan dikunci. Tamu-tamu yang datang hanya bisa melihatnya, kemudian pergi lagi
tanpa cas cis cus. Pengap, sesak, susah bernafas, berdebu, lengket dan kulitku
bolong-bolong digerogoti semut.
Kupikir rumah baru memberiku kepuasan, kenyataannya
kedua perempuan itu makin tidak manusiawi. Teras rumah dikasih pagar, lantai
setiap pagi dipel dan disapu setiap habis ada tamu yang lewat, bahkan yang
lebih memalukan pengunjung tidak boleh memakai meja dan kursi karena ada
tulisan “SISWA DILARANG DUDUK DISINI”.
Begitu angkernya kedua perempuan itu, sudah
bertahun-tahun tidak ada pengunjung datang meminjam buku. Ratusan pengunjung dibentak-bentak,
dicaci maki, dihina, diperas dan diusir. Namun, majikan tidak punya inisiatif
untuk membina kedua perempuan tersebut atau pura-pura tidak tau.
“Ini rekamannya”, ujar Caciem sambil menunjukan
bukti catatannya.
“Kalau masuk, sepatu dilepas, bikin kotor aja”,
gertak Surti petugas perpustakaan.
“Habis disapu, kotor lagi”, tambah surti.
“Bukunya jangan dibolak-balik”, bentak Sarni petugas
perpustakaan.
“Kembalikan buku itu, jangan dibuka-buka”, perintah
Surti sambil melotot matanya.
“Kamu kena denda sepuluh ribu”, tagih Sarni sambil
makan keripik semut.
“Hem…galak tenan,” guman Bento.
“Biarin…itu juga manusia,” jawab Caciem.
“Percuma buku-buku itu,” tambah Bento.
“Biarin…itu juga manusia”, jelas Caciem.
“Petugas itu tidak kompeten,” ungkap Bento.
“Biarin…itu juga Manusia,” tegas Caciem.
“Kok…jawabanmu itu terus?” tanya Bento.
“Biarin….Aku juga manusia,” jawab Caciem.
“Biarin…biarin…makan tu buku…cas cis cus,” guman
Bento.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah sebagai tanda persahabatan.