SISWA DIUSIR DARI KELAS
Sepertiseekor kera, tapi kok ganteng. Seperti arca Buda, tapi kok bisa bergerak-gerak.
Mungkin itu seonggok tanah liat yang mulai mengering, tetapi mulutnya
komat-kamit sambil menyedot minuman dalam kemasan plastik. Bukan, kera, bukan arca
Buda dan bukan onggokan tanah liat. Ternyata anak sekolah yang sedang duduk
termangu di depan ruang musik.
Akudekati dan ku tanya “Mas, kenapa tidak ikut pelajaran ?”. sejurus kemudian
siswa menjawab dengan rasa ragu “ Saya dikeluarkan pak guru”, jawab siswa.
“Pelajaran apa kok dikeluarkan?” tanyaku. “Pelajaran PKn, karena saya dianggap
siswa kurang ajar”, jelas siswa dengan ketus. “Udah berapa kali dikeluarkan”,
tanyaku. “Udah empat kali”, jawab siswa. “Kalau dikeluarkan, dikasih tugas
nggak?”, kejarku. “Tidak, malah dibentak-bentak”, jawab siswa.
“Enak
juga, dikeluarkan tanpa diberi tugas, malah bisa main kemana-mana atau jajan di
kantin dengan leluasa”, gerutuku.
“Guru
mata pelajaran apa saja yang pernah menyuruh keluar?”, tanyanku. “Saya pernah
dikeluarkan guru IPS satu kali, guru Bahasa Inggris tiga kali dan guru Bahasa
Indonesia dua kali”. Jelas siswa. “Kalau yang ini karena apa kok dikeluarkan?”,
tanyaku. “Saya dikeluarkan karena lupa tidak mengerjakan tugas pekerjaan
rumah”, jawab siswa. “Kenapa tugas-tugas tidak dikerjakan?”, kejarku. “Karena
tugas terlalu banyak, belum selesai mengerjakan mataku ngantuk terus
ketiduran”, tegas siswa.
“Tapimenurutku tetap enak jadi guru, gajinya professional, kerja amatiran alias
seenaknya, emang ngajar itu pakai logika atau pakai etika ya. Ah…aku nggak tau
mana yang bener”.
“Dari
pada ikut belajar tidak boleh, besuk kalau dikeluarkan, masuk aja ke ruang
musik, malah bisa latihan gitar, ntar bisa jadi pemain musik yang handal”,
saranku ke siswa. “Ya Bos, saya tadi juga udah masuk ruang musik dan latihan
gitar”, tegas siswa.
Aku
dulu pernah dikeluarkan dari kelas oleh guru IPA namanya Pak Muhadi semasa di
SMP, karena tidak memperhatikan ketika guru berceramah. Selama seminggu aku
harus belajar dari balik jendela. Setelah diadakan ulangan harian nilaiku dapat
85, cukup bagus waktu itu, karena nilai tersebut menempati peringkat kedua.
Tetapi peristiwa itu selalu teringat, karena membuat perasaanku menjadi trauma
dengan guru IPA.
Sampai
sekarang setiap mendengar kata-kata IPA, pasti halusinasiku mengarah pada Pak
Muhadi guru IPA yang menghukum diriku untuk tidak boleh mengikuti pelajaran di
dalam kelas. Tetapi peristiwa tersebut sering aku ceritakan pada teman-teman
dengan gaya
Stand Up Comedi, jadi yang mendengar malah tertawa.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah sebagai tanda persahabatan.