Perempuan tua renta dengan kondisi phisik yang sudah mulai uzur, setiap pagi pergi
kepasar untuk menjual sayur, dengan harapan pulang bisa membawa oleh-oleh untuk
cucunya. Uang hasil penjualan sayu, dibelikan berbagai keperluan rumah tangga
seperti gula, garam, beras dan bumbu-bumbu masak lainnya, tak ketinggalan nenek
tersebut membeli makanan kecil sekedar oleh-oleh untuk cucunya yang bernama Caciem.
Setiba dirumah, yang pertama dikeluarkan kue untuk cucunya tersayang.
SitiAisyah nama nenek tersebut terperanjat seketika, karena cucu kesayangnnya tidak
tertarik dengan kue pembeliannya. Caciem cucunya hanya diam melihat kue,
kemudian nenek bertanya kepada cucunya “kenapa kamu hanya diam aja melihat kue
ini”, tegas Nenek. “Aku nggak suka kue lagi, aku butuh buku tulis yang banyak
dan alat tulis yang lengkap”, jelas Caciem. “Bukankah baru dua minggu yang lalu
nenek belikan buku tulis”, tanya Nenek penasaran. “Buku udah penuh dengan
catatan, bolpen udah habis isinya”, jawab Caciem sambil menggerutu.
“Hem,
emang sekolah itu harus mencatat semua pelajaran yang diajarkan gurunya, kalau
semua pelajaran selalu mencatat, buat apa catatan tersebut, soalnnya Caciem itu
kayaknya dirumah tidak pernah membuka-buka buku catatannya. Kalau tidak nonton
televisi, ya dolanan hand pone. Tapi yang sering lakukan malah membuka buku
lagu-lagu terus memainkannya dengan gitar. Terus buat apa catatan-catatan
sebanyak itu Caciem tidak suka membacanya kembali. Apa hanya untuk kegiatan
guru di kelas, sekedar melakukan rutinitas agar di kira guru professional.
Mestinya guru melakukan evaluasi diri, apakah catatan tersebut ada manfaatnya,
atau memberikan tugas kepada siswa dengan kegiatan yang menarik, sehingga siswa
tidak merasa teraniaya. Tetapi mungkin guru tersebut mengajar tanpa perencanaan
yang baik, sehingga setiap mengajar selalu menyuruh siswanya untuk mencatat”,
jelas Nenek.
“Pelajaranapa saja yang selalu mencatat ?”, tanya Nenek. “Banyak, hampir semua”, jawab Caciem
singkat. “Kalau siswa di suruh mencatat, terus gurumu ngapain?”, kejar Nenek.
“Ada yang jajan kekantin, ada yang baca Koran di depan kelas, ada yang ngobrol
di ruang guru, ada yang dolanan hand pone di depan kelas, ada yang belanja ke
pasar, ada yang pulang ngasih makanan ternaknya, ada yang pulang memasak, ada
yang menjemput anaknya pulang sekolah, bahkan ada yang pulang terus ke sawah
memberi makanan dan minuman buat tenaga kerjanya sambil menengok tanaman”,
terang Caciem sambil bersungu-sungut.
“Siapanama gurumu itu”, tanya Nenek. “Eh…ya jangan tanya gitu Nek, ntar aku bisa di
laporkan ke pak polisi”, tegas Caciem. “Maksudku, kalau Nenek tahu namanya akan
saya laporkan ke polisi”, jelas Nenek. “Emang ada hubungannya antara guru dan
polisi?’, tanya Caciem. “Ya di hubung-hubungkan, karena itu termasuk perbuatan
jahat, korupsi waktu, perbuatan tidak menyenangkan bagi siswa, tidak
bertanggungjawab dengan tugasnya, menipu siswa, membuat siswa depresi, membuat
siswa tidak pinter, membuat siswa tidak trampil dan membuat siswa tidak
berkarakter bahkan membuat siswa berlaku kriminal”, jelas Nenek.
“Bener
juga ya”, celoteh Caciem.
“Cas
cis cus…”, gerutu Bento.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah sebagai tanda persahabatan.