21 Agustus 2009

LKS Menjadikan Guru Tidak Kreatif

Kecenderungan belajar siswa bukan untuk mengetahui tetapi belajar untuk mengalami apa yang dipelajarinya. Pergeseran paradigma pendidikan yang berorientasi pada siswa (student center), bukan lagi sebagai Teacher Center. Serta pencapaian kompetensi siswa dalam ranah Kognitive, afektiv dan psikomotorik , menuntut guru untuk mencari pendekatan dalam pembelajaran melalui pemilihan metode yang sesuai. Pendekatan multi media dalam Kegiatan Balajar Mengajar hampir tidak pernah di lakukan oleh guru, setiap kali masuk ruang kelas guru selalu membawa buku. Buku sebagai satu-satunya alat untuk mengajar, sehingga ada anggapan bahwa tanpa membawa buku terasa guru tersebut kurang percaya diri dihadapan peserta didik.

Sebagian besar guru menggunakan Buku Lembar Kerja (LKS) sebagai satu-satunya bahan ajar untuk melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Buku LKS sebagai dewa penolong guru dalam KBM, sehingga setiap awal tahun pelajaran atau setiap awal semester hanya buku LKS yang selalu di tunggu-tunggu oleh Dewan Guru.

Ironis, guru-guru selalu menunggu-nunggu datangnya buku LKS setiap awal tahun pelajaran atau awal semester. Buku LKS sebagai sumber bahan pelajaran dan satu-satunya jenis buku yang paling populer di pakai guru dalam KBM. Begitu populernya LKS berakibat kontraproduktiv pada diri guru, yaitu buku LKS menjadikan guru tidak kreatif.

Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah sebuah buku yang terbitkan oleh suatu perusahaan penerbitan. Buku ini berisi ringkasan materi, latihan soal-soal dan biasanya langsung dilampiri kunci-kunci jawaban dari soal-soal yang ada dalam buku LKS tersebut. Buku LKS ini di karang oleh seseorang yang dianggap mampu dibidangnya dengan imbalan uang yang tidak sesuai dengan nilai-nilai intelektual. Sehingga buku LKS banyak yang diciptakan tidak sesuai dengan kurikulum (asal-asalan), tata bahasa yang acak-acakan serta soal-soal yang tidak memenuhi tiga aspek Kognitiv, Afektiv dan psikomotorik.

Penerbit memesan buku LKS dengan beberapa ketentuan yang harus ditaati yaitu : Pengarang harus menyelesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Biasanya menjelang tahun ajaran baru atau awal semester, karena awal semester buku LKS sudah di edarkan ke sekolah-sekolah. Dalam buku LKS harus ada ringkasan materi-materi pelajaran. Penulisan materi pelajaran biasanya diambil dari salah satu buku pelajaran. Banyaknya halaman untuk menulis materi telah ditentukan jumlahnya oleh penerbit. Pengarang harus mengikuti perintah penerbit untuk menulis soal-soal. Kalimat soal-soal tidak boleh terlalu panjang dan banyaknya jumlah soal telah ditentukan oleh penerbit. Penulisan buku LKS diharuskan menyesuaikan dengan kurikulum yang sedang berlangsung, tetapi ada beberapa penerbitan yang tidak sesuai kurikulum.

Kreativ
Kreativ bisa diartikan sebagai daya cipta, tetapi istilah ini mempunyai jangkauan yang lebih luas dari sekedar daya cipta atau kemampuan untuk mencipta, yaitu : 1). Kelancaran dalam menghadapi suatu masalah, ide atau meteri. 2). Setiap masalah yang dihadapi dapat ditanggapi secara cepat dan tepat/benar. 3). Mudah menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi. 4). Keaslian : dapat menanggapi suatu masalah denga hasil kreasinya sendiri. 5). Berfikir secara integral : dapat menghubungkan masalah yang satu dengan masalah yang lainnya dan membuat analisa dan argumentasi yang tepat.

Ciri kreativ adalah tidak menekankan pada hasil, tetapi lebih mengutamakan pada suatu proses. Kreativ menekankan pada perbuatan sesuatu yang baru atau berbeda dari yang pernah ada dan mempunyai sifat yang unik. Kreativ bisa juga disamakan dengan imajinasi atau fantasi. Kedua hal tersebut merupakan bentuk mental yang lebih menunjukan inovasi dari pada reproduksi ( Hurlock, 1978). Meninjau dari pengertian diatas, kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk mengekspresikan/mengungkapkan suatu gagasan dari dalam dirinya melalui aktivitas verbal dan atau non-verbal.

Diskripsi tulisan tersebut diatas sangat jelas bahwa buku LKS menjadikan guru-guru tidak kreatif. Hal ini telah terbukti dengan adanya data hasil survey yang di ambil dari salah satu sekolah. Data menunjukan bahwa 82% guru-guru di salah satu SMP Negeri di kabupaten Klaten dalam melaksanakan KBM selalu menggunakan buku LKS buatan perusahaan penerbitan. Siswa selalu di beri tugas untuk mengerjakan soal-soal yang ada dalam buku LKS.
Tentunya dalam era global sekarang ini, guru di tuntut untuk bisa melaksanakan KBM dengan pendekatan metode multi media. Metode yang berganti-ganti akan membuat suasana KBM lebih menarik. Siswa akan merasa senang dan bisa menyerap atau memahami pelajaran apabila metode pembelajaran disesuaikan dengan materi pelajaran. Metode ceramah, siswa mencatat atau mengerjakan soal-soal adalah metode pembelajaran yang sudah usang dan buku LKS bukanlah satu-satunya buku bahan ajar untuk melaksanakan KBM.Yang Lebih memalukan, budaya guru malas membaca dan hanya 10% guru yang bisa serta mampu menulis.

Penulis Asim Sulistyo
Pemerhati Pendidikan dan Masalah Sosial
Tinggal di Krakitan, Bayat, Klaten

0 komentar:

Posting Komentar

Komentarlah sebagai tanda persahabatan.

 

Buku Murah

Masukkan Code ini K1-BE118B-2 untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Recent Post