23 Agustus 2009

Sekolah Tak Lagi Gratis, Mimpi Buruk Untuk Menjadi Pilot

Disahkannya UU BHP Desember 2008, Pemerintah Kabupaten Klaten menggelontorkan dana pendamping BOS (Biaya Operasional Sekolah) SMP dan sederajat sebesar Rp 4.344 miliar. Alokasi dana BOS dari APBN yang hanya Rp 570.000 per siswa pertahun, dirasa masih kurang. Menurut Pemkab Klaten, setiap siswa membutuhkan dana Rp 650.000 pertahun. Sehingga Pemkab Klaten menambah dana pendamping BOS Rp 80,000 persiswa pertahun. Komponen yang dibiayai meliputi : alat tulis kantor, rapat, perjalanan dinas, penilaian dan evaluasi, daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana, dan pendukung pembinaan siswa.

Menurut data dari Dinas P dan K Klaten, siswa SMP dan sederajat berjumlah 54.583 anak. Dengan dana sebesar itu, sekolah tidak boleh lagi menarik uang operasional sekolah dari orang tua siswa, kecuali SMP yang berstandard Internasional. Namun sekolah masih diperbolehkan menarik biaya pembangunan sekolah, kecuali bagi siswa dari keluarga miskin. Alasannya, pendidikan bukan hanya tanggungjawab pemerintah saja, tetapi orang tua juga harus ikut berpartisipasi (Suara Merdeka, 9 Pebruari 2009).

Cukupkah dana Rp 650.000 persiswa pertahun ?
Untuk sekolah pinggiran seperti salah satu SMP Negeri di kabupaten Klaten, dengan dana Rp 774.000 persiswa pertahun, di rasa masih sangat minim. Dana Rp 774.000 ini di himpun dari dana BOS Rp 354.000 persiswa pertahun dan Iuran Komite (SPP) Rp 420.000 persiswa pertahun.

Dana operasional sebesar Rp 774.00 persiswa pertahun di sekolah tersebut, mulai Januari 2009 seluruh dana operasional sekolah di tanggung pemerintah pusat dan daerah, tetapi hanya sebesar Rp 650.000 persiswa pertahun, sehingga sekolah tersebut kekurangan dana Rp 124.000 persiswa pertahun. Apabila sekolah tersebut memiliki 480 siswa, setelah dihitung Rp 124.000 dikalikan 480 siswa, maka sekolah kekurangan dana sebesar Rp 59.520.000 pertahun.

Dari mana untuk menutup kekurangan dana sebesar Rp 59.520.000 ini ?
Dana sebesar atau sekecil apapun bisa dilaksanakan untuk operasional sekolah. Namun di sisi lain akan timbul permasalahan yang berkaitan dengan kinerja tenaga kependidikan dan di hapusnya beberapa kegiatan dalam rangka pembinaan siswa. Akibatnya, proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) terganggu atau bahkan akan turun drastis. Proses KBM yang terganggu, akan berakibat menurunnya hasil akhir dari proses pendidikan. Hal ini mestinya Pemkab Klaten tidak hanya menambah dana Rp 80.000 persiswa pertahun, tetapi menambah dana pendamping BOS minimal antara Rp 250.000 sampai Rp 350.000 persiswa pertahun. Dengan tambahan dana pendamping BOS sebesar itu dipastikan dunia pendidikan khususnya siswa SMP di Klaten bisa berkembang pesat seiring kemajuan zaman di era global ini.

Tidak gratis lagi.
Memasuki Tahun Pelajaran 2009/2010 dibeberapa SMP negeri mulai merencanakan anggaran pendidikan untuk satu tahun kedepan. Mulai dari anggaran pembangunan, penambahan fasilitas pendidikan, perbaikan sarana prasarana pendidikan sampai pembiayaan kesejahteraan guru dan karyawan. Dilakukannya rapat kecil oleh pengurus komite, rapat komite dengan orang tua siswa dan sosialisai Rencana Anggaran Pendidikan (RAP) untuk biaya operasional sekolah selama satu tahun.

Akhirnya diputuskan bahwa sekolah tidak lagi gratis seperti dalam tayangan iklan di Televisi. Uang komite yang ditarik dari siswa tiap bulan pernah dihentikan selama 6 bulan mulai Januari sampai Juli 2009, kini harus diadakan lagi penarikan dari siswa. Namun hanya nama yang berbeda, dulu namanya dana komite sekarang diganti namanya menjadi dana Sumbangan Orang Tua (SOT). Dana SOT ini telah ditentukan besarannya sehingga tidak bisa ditawar lagi. Selain itu masih ada penarikan uang yang diberi nama dana pembangunan. Dana pembangunan ini diperuntukan untuk membangun gedung, pembaruan cat, pembelian alat peraga pendidikan, pembelian computer dan lainnya. Penarikan dana pembangunan di khususkan kepada siswa baru yang besarannya bisa bervariasi. Di salah satu SMP negeri kabupaten Klaten memberikan pilihan dana kepada orang tua siswa. Besarnya pilihan yaitu : Rp 400.000, Rp 450.000, Rp 500.000 dan Rp 550.000 keatas bagi yang mampu. Ironisnya, apabila ada yang ingin memilih kurang dari Rp 400. 000 pihak sekolah tidak mengijinkan.

Iklan sekolah gratis tak lagi tayang di Televisi, Cut Mini dan Bambang Sudibyo kini perlu meralat dialog dalam iklan tersebut. Tahun Pelajaran 2009/2010 yang beriklan orang tua siswa dengan kreasinya sendiri seperti “Biar bapaknya sopir angkot, anaknya yang kernet angkot”, “Biar bapaknya loper Koran, anaknya yang jualan Koran”. Mungkin ini anekdot yang paling sesuai untuk iklan pendidikan Indonesia. Sekolah diperuntukan bagi keluarga kaya dan untuk keluarga miskin tidak boleh menjadi orang pintar.

Orang tua siswa miskin kini hanya bisa gigit jari, merenungi nasib masa depan anaknya yang terancam putus sekolah. Orang tua yang penjual es, kini anaknya harus disiapkan berbagai peralatan untuk berjualan es. Harapan anaknya bisa jadi pilot harus di lupakan, mimpi anaknya bisa jadi wartawan harus di kubur dalam-dalam.
Penulis Asim Sulistyo
Pemerhati Pendidikan dan Masalah Sosial
Tinggal di Krakitan, Bayat, Klaten

1 komentar:

  1. saya setuju dengan pendapat, atau temuan bapa, ayo pa kita lawan penyakit korup yang melanda bangsa kita, mulai dari diri sendiri itu yang pasti pa.

    BalasHapus

Komentarlah sebagai tanda persahabatan.

 

Buku Murah

Masukkan Code ini K1-BE118B-2 untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Recent Post