“Saling
menguntungkan dan saling menyenangkan.” Pernyataan tersebut sering terlontar
dari anak-anak sekolah yang tidak mempunyai visi kuat dalam menempuh
pendidikan. Kalau ditanya “Model guru apa yang anak-anak senangi?” Serantak
siswa menjawab “Guru yang mengajar tidak serius, guru yang tidak pernah marah,
guru yang sering membolos, guru yang sering meninggalkan kelas, guru yang mudah
dibohongi, guru yang membiarkan siswa berbuat onar.”
“Siapa
guru yang favoritmu?” tanya Caciem. “Em…Pak Anu dan Bu Anu,” jawab siswa.
“Kenapa beliau menjadi guru favorit?” kejar Caciem. “Karena guru tersebut masuk
kelas hanya sebentar memberi tugas terus meninggalkan kelas. Saya dan
teman-teman bebas bermain-main, bercanda, jajan, mondar-mandir. Setelah jam
pelajaran tinggal lima
menit, beliau masuk dan bel berbunyi tanda jam pelajaran habis,” terang Siswa.
Keadaan
guru yang kompetensinya rendah, tidak siap dengan materi pelajaran, tidak
mengusai materi pelajaran, bosan menjadi guru atau sedang sakit. Terlihat jelas
ketika bertatap muka di depan kelas, ekspresi raut muka dan tutur kata sulit
dipahami. Lebih baik guru keluar kelas dari pada didepan siswa terlihat
linglung.
Siswa
mulai sensitiv. Kalau ada guru terlihat linglung, siswa bersorak-sorak,
mondar-mandir, gaduh, gojek, berbuat onar, mukul-mukul meja, keluar masuk
kelas, mengeluarkan kata-kata yang bisa menyinggung pribadi gurunya, ramai-ramai
ijin ke kamar kecil dan nongkrong di kantin. Siswa yang berbuat onar merasa
menjadi pahlawan dan siswa yang pendiam merasa terhibur. Suasana yang demikian
darurat, membuat guru merasa tidak nyaman.
Antara
siswa dan guru sudah hafal dan biasa apa yang akan diperbuat pada pertemuan
berikutnya. Siswa sudah bersekongkol untuk berbuat onar dan guru siap-siap
menghadapi serangan musuh. Agar terhindar dari serangan musuh berikutnya, maka
guru mempersiapkan jurus baru. Guru masuk hanya lima menit untuk memberikan tugas lalu keluar
ngrumpi di kantor atau nongkrong dikantin. Lima menit sebelum jam pelajaran usai guru
masuk menanyakan tugas yang diberikan. Dengan demikian kesempatan siswa
menghina guru bisa terhindarkan.
Jurus
tersebut ternyata cukup ampuh. Sehingga jurus tersebut diterapkan setiap
mengajar di semua kelas dan diulang-ulang terus selama menjadi guru walaupun
sebenarnya tidak baik. Disinilah hipotesa terbukti adanya suasana yang saling
menyenangkan antara siswa dan guru.
“Gimana
jurusnya?” tanya Bento.
“Kasih
tugas, tinggal pergi,” jawab Caciem.
“Tugas
apaan?” kejar Bento.
“Catatan
atau soal-soal,” jelas Caciem.
“Jadi
apa siswanya?” geram Bento.
“Jadi
pecundang,” jawab Caciem.
“Gurunya?”
tanya Bento singkat.
“Pecundang,”
tegas Caciem.
“Simbiosisnya?”
kejar Bento.
“Saling
menguntungkan,” terang Caciem.
“Em…tapi ora mutu
kuwi,” guman Bento.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah sebagai tanda persahabatan.