MbokSadinem sosok wanita besi sekelas Kartini. Bangun sebelum ayam berkokok, dan
pergi kepasar dengan berjalan kaki setelah menunaikan sholat Subuh. Beban di
gendongan tidak kurang dari empat puluh kilogram membuat tubuh wanita tersebut
agak bongkok. Rutinitas itu dilakukan sejak Mbok Sadinem masih berumur lima belas tahun sampai
berumur tujuh puluh satu tahun. Disiplin dalam bekerja demi ke tujuh anaknya
yang sedang menuntut ilmu di berbagai lembaga pendidikan.
Wanitaberanak tujuh tersebut tidak pernah lupa dengan hari kelahiran semua anaknya.
Anak-anak tetangga dekat diundang kerumah sekedar diberi nasi sayur dan
seperempat telur godok sebagai lauknya sebagai pertanda hari kelahiran anaknya
agar terhindar dari mara bahaya dan tercapai cita-citanya. Seremonial sederhana
tersebut dinamakan “Mong Mong” yang dilakukan setiap tahunnya tujuh kali secara
tertib dan disiplin. Begitulah Mbok Sadinem cara merayakan hari ulang tahun
ketujuh anaknya. Saat umur mencapai enam puluh tahun, sudah mengikuti wisuda
sarjana anak-ananya lima
kali walaupun Mbok Sadinem buta huruf.
Butahuruf bukan suatu halangan bagi Mbok Sadinem untuk memberikan contoh disiplin
dan berintegritas yang tinggi. Alhasil semua anak-anak tumbuh kembang menjadi
orang yang beriman, disiplin dan berkarakter. Itulah cerita singkat tentang
Mbok’e Caciem.
Siswa
sering dianggap tidak disiplin. Disuruh pulang mengambil buku pelajaran yang
tertinggal, diusir keluar kelas karena belum mengerjakan tugas, disuruh berdiri
ditengah lapangan karena lupa membawa atribut. Dihukum lari mengitari lapangan
karena tidak berangkat ekstrakurikuler, disuruh duduk di lantai karena tidak
seragam, disuruh pulang karena rambutnya gondrong, disuruh bersihkan toilet
karena datang terlambat, disuruh memanggil orang tua kesekolah karena membolos,
disuruh menulis ratusan kalimat yang diulang-ulang karena berbuat gaduh,
disuruh berdiri didepan kelas karena tidak bisa mengerjakan soal, siswa di
suruh menemui guru BK karena salah jadwal, siswa tidak dapat kartu peserta
ujian karena administrasi belum lunas.
Lupapada diri sendiri itu biasa, berkaca pada orang lain itu mustahil. Terkadang
guru berteriak sangat keras dan diulang-ulang dengan menyebut kata “Disiplin”,
padahal sejatinya bisa dianggap omong kosong belaka. Guru datang terlambat,
guru masuk kelas terlambat, guru pulang duluan, guru meninggalkan kelas, guru
tidak datang mengajar tanpa ijin, guru mengajar tanpa persiapan, guru mengajar
tanpa perencanaan, guru mengajar tanpa andministrasi, guru tidak pernah
melakukan evaluasi, guru tidak pernah melakukan analisis, guru tidak mau
mengembangkan diri, guru tidak menguasai materi pelajaran, guru tidak punya
dokumen administrasi, guru lupa jadwal mengajar, guru tidak pernah ikut
upacara.
“Tambah
satu ya”, usul Caciem.
“Tambah
apalagi”, tegas Bento.
“Guru
tidak bisa menilai”, ungkap Caciem.
“Ah…masak
begitu”, kejar Bento.
“Kurikulum
‘13, banyak guru yang tidak punya nilai sikap dan ketrampilan”, terang Caciem.
“Hah…terus
cari nilai dimana?”, tanya Bento.
“Cari
di bak sampah”, jawab Caciem.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah sebagai tanda persahabatan.